BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) masih merupakan
masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI
di Indonesia, antara lain meningkatkan pelayanan antenatal disemua fasilitas
pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik serta menjangkau semua kelompok
sasaran, meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga profesional secara
berangsur, meningkatkan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil dan melaksanakan
sistem rujukan serta meningkatkan pelayanan neonatal dengan mutu yang baik.
Tujuan akhir dari program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak
(Depkes RI, 2005).
Salah satu tenaga kesehatan yang terlibat langsung
terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah bidan. Bidan mempunyai tugas
penting dalam memberikan bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil,
persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan,
deteksi kondisi abnormal pada ibu dan anak, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan medik .
|
menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian
upaya untuk mewujudkan target tujuan MDGs ( Millennium Development Goals) masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus
menerus.
Berdasarkan
cakupan pertolongan persalinan diketahui terdapat 31,2 % ibu untuk pertolongan awal persalinan pergi
ke tenaga non medis (dukun 28,3 %, keluarga 2,4 %, lain-lain 0,5 %), dan
penolong persalinan oleh bidan (64,5 %) termasuk bidan praktek swasta (Depkes
RI, 2005).
Pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga
profesional (bidan) di masyarakat masih sangat rendah dibandingkan dengan
indikator yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh faktor ibu seperti
pengetahuan, sikap
terhadap keputusan untuk memanfaatkan tenaga ahli dalam pertolongan persalinan, serta jangkauan ke pelayanan kesehatan. Depkes
menargetkan tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup
(Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil laporan Dinkes Kota Kupang tahun 2009,
di NTT jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (nakes) baru
mencapai 45.197 (71,01%) dari target 80% pada tahun 2008, dengan angka kematian
ibu 211 (0,18%), lahir mati 815 (1,54%) dan neonatus 362 (1,10%),
sedangkan penanganan komplikasi, obstetrik
2.982 (27,87%) dan neonatal 874 (7,96%). AKI dan AKB di Propinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) masih jauh berada di atas angka nasional dan jauh dari target MDGs
tahun 2015. Sampai tahun 2007, AKI di NTT 306 per 100.000 kelahiran hidup, dan
AKB 57 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah kasus kematian bayi pada 2007 sebanyak
1.159 kematian (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2008). Khusus Pustu Oebufu (bulan
Januari-November 2011) terdapat 235 ibu hamil, ibu hamil yang
melakukan pertolongan parsalinan pada tenaga kesehatan 209 (88,9%)
dari target 90% , sedangkan yang
bersalin di tenaga non kesehatan 26 (11,01%).
Untuk menurunkan
AKI dan AKB sekaligus mencapai target yang ditetapkan MDGs (Millennium Development Goals) di Provinsi NTT, telah banyak dilakukan intervensi
program oleh Kementerian Kesehatan RI, maupun Dinas Kesehatan setempat.
Meskipun demikian, semua upaya tersebut belum mampu mencapai hasil yang
memuaskan. Untuk menurunkan AKI dan AKB diperlukan upaya yang luar biasa, tidak
bisa hanya dengan cara-cara seperti yang telah dilakukan selama ini. Oleh
karena itu ada kebijakan Revolusi KIA di NTT. Salah satu
bentuk Revolusi KIA,
semua ibu harus
melahirkan anaknya pada fasilitas kesehatan yang memadai agar mendapat
pertolongan memadai oleh tenaga terlatih. Hal ini penting karena penyebab
kematian ibu yang terbesar adalah akibat perdarahan karena melahirkan di rumah. Jadi,
strateginya bertindak cepat dengan cara yang luar biasa. Dalam
Revolusi KIA ada enam elemen
yaitu; pertama, orang yang
menolong harus memadai; kedua peralatan
kesehatan harus sesuai standar;
ketiga, obat dan bahan
yang dibutuhkan; keempat,
bangunan yang sesuai dengan standar dan
fungsi; kelima, sistem
pelayanan yang bagus;
dan keenam, anggaran yang memadai pula.
Berdasar aspek tenaga kesehatan ,sebagian besar masyarakat masih
menganggap bahwa tenaga medis (paramedis) cenderung berpengalaman,
karena rata-rata usia mereka muda sehingga masyarakat
kurang percaya terhadap tindakan persalinan yang dilakukan oleh bidan. Hasil penelitian Bangsu (2001) di Bengkulu, bahwa
keputusan masyarakat memilih pertolongan oleh dukun bayi cenderung dipengaruhi oleh kemudahan mendapatkan
pelayanan dukun bayi, selain itu pelayanan yang diberikan oleh dukun bayi
bersifat all in, yaitu
menolong persalinan, membantu pekerjaan ibu hamil pada hari persalinannya,
memandikan bayi, dan bahkan bersedia merawat bayi hingga lepas tali pusat dan
kondisi ibu mulai pulih.
Menurut Sarwono (2004) yang mengutip pendapat Andersen
dengan teorinya ”Andersen’s Behavioral
model of Health Service Utilization”, mengemukakan bahwa keputusan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu (1) komponen
predisposisi terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan,
(2) komponen enabiling (pendukung) terdiri dari sumber daya keluarga
(penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam
asuransi kesehatan), dan sumber daya kesehatan masyarakat (jumlah sarana
pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, ras penduduk dan tenaga
kesehatan, lokasi sarana kesehatan), (3) komponen need, merupakan komponen yang
paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Berdasarkan analisis
teori tersebut, maka
dapat disimpulkan determinan keputusan ibu hamil untuk melakukan penolong
persalinan dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, seperti umur,
pendidikan, pendapatan keluarga, riwayat persalinan, dan paritas. Selain itu
juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga, dan keterjangkauan terhadap pelayanan
kesehatan.
Berdasakan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan ibu
memilih penolong
persalinan di Puskesmas Pembantu Kelurahan Oebufu Tahun 2012”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan
penelitian yaitu : ”Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi keputusan ibu memilih penolong
persalinan di Puskesmas
Pembantu Kelurahan Oebufu Tahun 2012”?
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan Ibu dalam memilih penolong persalinan.
2. Tujuan
khusus
a.
Diketahuinya pendidikan ibu dalam memilih penolong persalinan.
b.
Diketahuinya
pekerjaan ibu dalam memilih
penolong persalinan.
c.
Diketahuinya faktor pengetahuan yang
mempengaruhi ibu memilih
penolong
persalinan.
d.
Diketahuinya
faktor pengambilan keputusan memilih
penolong persalinan.
D. Manfaat
Penelitian
1.Teoritis
Hasil
penelitian ini dapat di gunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu dalam memilih penolong persalinan.
2. Praktis
a.
Institusi
Hasil
penelitian ini sebagai bahan bacaan di perpustakaan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan
ibu memilih penolong persalinan.
b. Responden
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi responden untuk menambah
pengetahuan ibu dalam memilih
penolong persalinan.
c.
Peneliti
Bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam mengidentifikasi masalh penelitian serta
merencanakan penyusunan penelitian.
E. Keaslian
Penelitian
Berkaitan dengan judul penelitian diatas maka terdapat kesamaan
penelitian dengan:
Juliwanto (2008) dengan judul “Faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan
ibu memilih penolong persalinan pada ibu
hamil di Kecamatan Babul Rahman Kabupaten Aceh Tenggara. Hasilnya menunjukan
bahwa 78,2% ibu bersalin memilih penolong persalinan pada bidan dan 21,8% pada
dukun bayi, ada hubungan dengan pendapatan keluarga, sikap dan budaya. Sedangkan peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memilih
penolong persalinan di Pustu Oebufu
Tahun 2012”. Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling.
BAB II
|
|
A. Konsep Dasar Teori
1. Penolong persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari ibu (JNPK-KR, 2007). Penolong
pesalinan merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal care. Peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan
keluarga berencana, melaksanakan
persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan obstetrik esensial dan
darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong
persalinan mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang
aman dan bersih. Pelayanan
pertolongan persalinan adalah suatu bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu
melahirkan yang dilakukan oleh penolong persalinan baik oleh tenaga kesehatan
seperti dokter dan bidan atau non kesehatan seperti dukun.
Jenis-jenis
penolong persalinan adalah:
a. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan
1. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007
adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan.
|
2. Dokter spesialis
kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil
spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk mendeteksi
dan menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan, terkadang yang terkait
dengan proses melahirkan. Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi
patologi. Dokter spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat,
demikian juga wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka
menangani wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis
yang seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan
kritis. Disebagian besar negara dunia, tugas dokter kandungan adalah untuk
menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis.
b. Penolong
persalinan oleh tenaga non kesehatan (Dukun)
Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ±
40 tahun
ke atas, pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia
merasa mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2007).
Menurut Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
1.
Dukun
terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan
telah dinyatakan lulus.
2.
Dukun
tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Penolong persalinan oleh
dukun mengenai pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan,
persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena atau apabila timbul
komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya,
dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional.
Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada kematian ibu
dan anak (Wiknjosastro, 2005).
Dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat dipercayai
di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil
sampai dengan nifas secara sabar. Apabila pelayanan selesai mereka lakukan,
sangat diakui oleh masyarakat bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh
lebih murah dibandingkan dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan
tenang bila persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan kampung,
akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat terbatas karena
didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang) .
Upaya
untuk meningkatkan pelayanan kebidanan
dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk
melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat
juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan,
dan segera minta pertolongan pada bidan. Dukun yang ada
harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan
dukun dalam mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
a. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif meningkat, sehingga diharapkan
tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan pula wawasan pengetahuannya
dan semakin mudah menerima pengembangan pengetahuan. Pendidikan akan
menghasilkan banyak perubahan seperti pengetahuan, sikap dan perbuatan
(Soekanto, 2002).
Tingkat pendidikan diawali dari paling rendah yaitu TK
atau pra sekolah. Pada tingkat ini, pendidikan bertujuan meletakan dasar-dasar
pendidikan. Untuk tingkat sekolah dasar pendidikan mulai ditanamkan, sehingga dapat
dijadikan bekal untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Setelah menyelesaikan pendidikan SD para
siswa memasuki Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP), dimana siswa diperluas
dalam hal pengetahuan, nilai sikap dan keterampilannya. Selanjutnya di
perguruan tinggi para siswa tamatan SMA dipersiapkan untuk menjadi lebih mampu
dalam mengembangkan, menerapkan, menciptakan ilmu pengetahuan.
Tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang
dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih
rasional terhadap informasi yang datang dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan
yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Perempuan yang tidak
lagi meyakini atau sudah mulai longgar keyakinanya dengan adat istiadat.
Biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mereka
lebih mudah mendapat informasi tentang kesehatan baik dari bidan atau tenaga
kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik.
Mereka berpendapat
bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih bermanfaat untuk kesehatan mereka dan bayinya dan mereka
meyakini kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga kesehaan, pertolongan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa memperdulikan adat istiadatpun
bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat tidak ada gunanya
mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasanya. Perempuan dan kalangan ini
biasanya hanya akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong selama kehamilan,
persalinan maupun nifasnya.
b. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah
kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh seorang ibu dengan maksud untuk
memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan
tersebut memerlukan kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang
melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya
diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinngi
ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan (anggota
badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya) dalam melaksanakan pekerjaan.
Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya
relative mudah (Notoatmodjo, 2007). Suatu pekerjaan merupakan hal yang kuat
dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan modern. Perempuan yang menjadi ibu rumah
tangga tanpa bekerja di luar rumah, secara finansial mereka tergantung pada
suaminya. Dimana ibu rumah tangga tersebut tidak memiliki
penghasilan tetap maupun penghasilan tambahan. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan berdampak terhadap
tabungan mereka untuk melahirkan. Selain itu, ketidaksiapan secara finansial,
selain berkaitan dengan jumlah penghasilan, juga dengan kemauan untuk menabung
untuk persiapan persalinan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih
memilih dukun sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial
lebih baik, apakah karena penghasilan suaminya lebih memadai, atau karena
mereka juga berpenghasilan yaitu mempunyai penghasilan tetap salah
satu contohnya gaji bulanan, maupun penghasilan tambahan contohnya laba harian
dari usaha kecil menengah, lebih
memiliki kesiapan secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah
mempersiapkan biaya persalianannya, dengan cara menabung sebagian
penghasilannya atau penghasilan suaminya, akan memilih untuk melahirkan di
bidan (Juariah, 2009).
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan
dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.
Pengetahuan ini terkait dengan dimana ibu hamil menetap, keadaan lingkungan
sekitar sedikit banyaknya akan mempengaruhi pengetahuan dalam hal ini
pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan (Prabowo, 2006).
d. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan yang optimal menurut Robbins (2001)
adalah rasional artinya, dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten
dalam batas-batas tertentu. Pilihan-pilihan dibuat mengikuti model pengambilan
keputusan rasional enam langkah sebagai berikut: (1) menetapkan masalah; (2)
mengidentifikasikan kriteria keputusan; (3) mengalokasikan bobot pada
kriterianya; (4) pengembangan alternatif; (5)
mengevaluasi alternatif; (6) memilih alternatif yang terbaik.
Tanda-tanda umum dari penetapan
keputusan adalah (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha
intelektual; (2) keputusan selalu
melibatkan pilihan dari berbagai alternatif; (3) keputusan
selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya
boleh ditangguhkan atau dilupakan. Menurut Rakhmat (2005), meskipun masih belum banyak yang belum dapat diungkapkan
tentang proses penetapan keputusan. Tapi telah disepakati, bahwa faktor-faktor
personal amat menentukan apapun yang diputuskan itu, antara lain kognisi, motif
dan sikap. Kognisi artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki.
Motif amat mempengaruhi pengambilan keputusan. Sikap merupakan faktor penentu
lainnya dalam proses pengambilan keputusan (Rakhmat, 2005 ).
Langkah-langkah
pengambilan keputusan dalam bidang pelayanan kesehatan yang meliputi: (1) manfaat dari tindakan; (2) risiko
tindakan; (3) alternatif terhadap tindakan ke depan; (4) tidak melakukan
tindakan apapun; (5) keputusan (Wikipedia Encyclopedia, 2006). Berdasarkan
teori pengambilan keputusan, maka relevansinya dengan pengambilan keputusan
pada ibu hamil terhadap pemilihan penolong persalinan didasari pada beberapa
hal, antara lain (Rivai, 2004):
1. Berdasarkan pemikiran yang rasional, tentang pentingnya memilih
penolong persalinan yang tepat dan tidak menimbulkan masalah lain berdasarkan
kemampuan pikirannya dan berdasarkan studi empiris yang ada.
2. Berdasarkan perasaan, yaitu suatu proses
tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini
barjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional. Intuisi
adalah kekuatan di luar indra atau indra keenam. Seseorang kemungkinan
mengambil keputusan intuisi ini jika menghadapi suatu kondisi tertentu.
3. Berdasarkan pilihan yang ada, yaitu
adanya pertimbangan-pertimbangan membuat pilihan alternatif lain setelah mengkaji
untung ruginya.
4. Berdasarkan perbedaan budaya, yaitu adanya berbedaan
latar belakang budaya yang dianutnya sehingga keputusan yang diambil didasari
oleh norma, dan adat istiadat yang ada.
B. Landasan Teori
Pengambilan
keputusan merupakan pilihan yang harus dilakukan oleh ibu hamil dalam
pertolongan persalinan dan merupakan bentuk nyata dari perilaku ibu hamil dalam
memilih penolong persalinan.
Dalam konsep ini di jelaskan beberapa
faktor-faktor yang memepengaruhi keputusan memilih penolong persalinan oleh ibu
hamil antara lain: pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
pengambilan keputusan, hubungan
keempatnya
dapat diuraikan secara sederhana sebagai berikut:
Pendidikan kesehatan khususnya pada
ibu-ibu merupakan pekerjaan mendasar dari semua kegiatan di Balai Ksesehatan
Ibu dan Anak (BKIA). Pendididkan ibu berhubungan dengan pemilihan penolong
persalinan dapat mempengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu
hal, termasuk penentuan pertolongan persalinan. Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan
daya intelektualnya juga masih terbatas sehingga perilakunya masih sangat
dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang
yang mereka tuakan (Arakian, 2007).
Pengetahuan merupakan
suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku
suatu kelompok atau masyarakat (Amiruddin, 2007).
Pekerjaan ibu
adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh seorang ibu dengan maksud
untuk memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah
pekerjaan tersebut memerlukan kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi
yang melakukan. Beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya
diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinngi
ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan (anggota
badan), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan pekerjaan.
Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya
relative mudah (Notoatmodjo, 2007).
Pengambilan keputusan yang optimal menurut Robbins (2001)
adalah rasional artinya, dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten
dalam batas-batas tertentu. Pilihan-pilihan dibuat mengikuti model pengambilan
keputusan rasional enam langkah sebagai berikut: (1) menetapkan masalah; (2)
mengidentifikasikan kriteria keputusan; (3) mengalokasikan bobot pada
kriterianya; (4) pengembangan alternatif; (5)
mengevaluasi alternatif; (6) memilih alternatif yang terbaik.
C. Kerangka Konsep Penelitian
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh
generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka
konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati
atau diukur melalui konstruksi atau yang lebih dikenal dengan variabel. Jadi
variabel adalah symbol atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep.
Variabel
Independen Variabel Dependen
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
BAB III
|
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau
menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan
ibu memilih penolong persalinan di Puskesmas Pembantu Kelurahan Oebufu Tahun 2012.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas pembantu Oebufu,
Kecamatan Oebobo Kota Kupang. Alasannya
karena pemilihan lokasi ini berdasarkan tempat yang mudah dijangkau. Penelitian ini
dilakukan bulan Agustus
2012.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah
keseluruhan dari objek yang
diteliti (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang sudah melahirkan dari bulan Januari- November 2011 yang ditolong
oleh tenaga medis maupun non medis dan waktu hamil ANC di Puskesmas
Pembantu Oebufu sebanyak
235 orang.
2. Sampel
|
Cara pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik
purposive sampling yaitu pengambil sampel di dasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang di buat oleh peneliti. Penentuan besarnya sampel dalam penelitian
ini adalah jika populasi lebih dari 100 maka pengambilan jumlah sampel 10-15%
atau 20- 25%,sampel yang diambil sebesar 20% dari populasi yang ada (Arikunto
2006) yaitu:
=
35
Jadi
sampelnya adalah 35
D. Cara dan Alat pengumpulan Data
Metode yang
digunakanuntuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah instrument
pengumpulan data berupa lembar kuesioner yang disebarkan pada responden yang
terdiri dari 14 pertanyaan untuk diisi dengan pilihan jawaban yang benar atau
salah. Pertanyaan di bagi dalam 2 kelompok yaitu pertanyaan tentang pengetahuan
ada 6, tentang pengambilan keputusan ada 8.
Untuk
mengumpulkan instrument dalam penelitian ini penulis menggunakan alat untuk
mengumpulkan data. Hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo, 2002) bahwa
yang dimaksud dengan instrument adalah alat-alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data, instrument ini dapat berupa question, formulir, observasi, formulir-formulir lain yang
berkaitan dengan penataan data dan lain-lain.
E. Variabel dan defenisi operasional
1. Jenis variabel
Variabel penelitian adalah
sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu
konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini
digunakan variabel bebas ( Variabel Independen) dan variabel terikat ( Variabel
Dependen).
a. Variabel bebas (Variabel Independen) adalah variabel yang mempengaruhi
atau variabel yang menjadikan sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat
(Variabel Dependen) (Notoatmodjo, 2002). Variabel bebas (Variabel Independen)
dalam penelitian ini adalah faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan
penolong persalinan.
b. Variabel terikat (Variabel Dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Notoatmodjo, 2002). Variabel terikat (Variabel Dependen)
dalam penelitian ini adalah keputusan ibu memilih penolong persalinan .
2. Definisi Operasiona Variabel
Definisi operasional variabel
adalah mendeskripsikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik
yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek (Hidayat, 2007).
Tabel 1. Definisi Operasional
No
|
Jenis
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat
Ukur
|
Skala
|
Skor
|
1
|
Keputusan
ibu memilih penolong persalinan
|
suatu penetapan
pilihan
penolong
persalinan terhadap persalinan ibu
|
Kuesioner
|
Nominal
|
1.
Tenaga Kesehatan (Bid
an, Dokter)
2.
Tenaga Non Kesehatan (Dukun)
|
2
|
Pendidikan
Ibu
|
Tingkatan
atau jenjang pendidikan, SD, SLTP, SLTA, PT.
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
1.
SD
2.
SLTP
3.
SLTA
4.
PT
|
3
|
Pekerjaan ibu
|
Kegiatan
yang dilakukan setiap hari.
|
Kuesioner
|
Nominal
|
1.
PNS
2.
IRT
3.
Petani
4.
Wiraswasta
|
4
|
Pengetahuan
ibu
|
Hasil
tahu dari ibu tentang pengertian, tujuan,
dan keputusan memilih penolong persalinan yang benar dan tepat.
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
1.
Baik 76-100%
2.
Cukup 56-75%
3.
Kurang <56%
|
5
|
Pengambilan
keputusan
|
Suatu
bentuk pilihan yang diambil oleh ibu dalam menentukan penolong persalinan
|
Kuesioner
|
Nominal
|
1.
1. Bidan/ Dokter
2.
Dukun
|
F. Pengolahan dan Analisa Data
1.
Pengolahan Data
a. Seleksi data (Editing)
Tahap ini dilakukan pemeriksaan
data yang telah terkumpul yang berasal dari responden, meliputi kuesioner dan
kelengkapan pengisian. Peneliti melakukan pengeditan kuesioner apakah kuesioner
sudah lengkap atau belum, dapat dibaca atau tidak, semua pertanyaan dapat
dijawab atau tidak, ada ketidak serasian, atau kesalahan.
b. Pemberian kode (Coding)
Kegiatan pemberian numerik atau angka terhadap data dengan tujuan untuk memudahkan
pengolahan data. Peneliti mengklasifikasi jawaban dari setiap responden dengan
member kode masing-masing jawaban menurut item padakuesioner.
c. Pengelompokan data (Tabulating)
Menyusun data dari setiap karakteristik dalam bentuk
tabel lalu dianalisa secara sederhana agar memudahkan dalam penyajian.
2. Analisis Data
Analisa data menggunakan statistik deskriptif yang dilakukan secara
univariat yaitu analisis untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentasi
setiap variabel sesuai dengan yang terdapat
di dalam format pengumpulan data dengan menggunakan rumus menurut bungin
(2002) yaitu:
Keterangan:
N=
Persentase
F=
Frekuensi distribusi Subjek
N= Jumlah
subjek
Untuk
mengukur tingkat pengetahuan dapat digunakan penilaian menurut kriteria
Arikunto, 2001.
N= Jumlah nilai yang
diperoleh x 100%
Jumlah seluruh nilai
a.
Baik : 76-
100%
b.
Cukup : 56-75%
c.
Kurang : < 56%
G. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini peneliti menjalankan
prosedur seperti: mengajukan ijin kepada Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang, Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, Kepala Puskesmas
Pembantu Oebufu, selanjutnya menjelaskan tujuan penelitian kepada Kepala
Puskesmas Pembantu Oebufu dan
penelitian.
H. Jalannya
Penelitian
1.
Tahap persiapan
Tanggal 18 November
2011- 30 Februari 2012 penyusunan proposal, pada tanggal 05 Juli 2012 seminar
proposal dan tanggal 25 Juli 2012 mengajukan ijin penelitian pada Ketua Jurusan
Kebidanan.
2.
Pelaksanaan
Menggandakan alat
pengumpulan data yakni kuesioner dan memeriksa kelengkapan kuesioner tanggal 2
Agustus 2012, mendapatkan surat pengantar kepada Kesbang Pol dan Infokom Kota
Kupang tanggal 25 Juli 2012, pada tanggal 31 Juli 2012 mendapatkan surat
pengantar dari Kepala Kesbang Pol dan Infokom Kota Kupang yang ditujuka pada
Kepala dinas Kesehatan Kota Kupang dan Kepada Camat Oebobo, Kepada lurah
Oebufu, tanggal 3-6 Agustus 2012 melakukan penelitian di pustu Oebufu dengan
membagikan kuesioner pada responden, tanggal 6-8 Agustus 2012 pengolahan data,
tanggal 9- 13 Agustus 2012 konsultasi hasil, tanggal 04 September 2012
melaksanakan seminar hasil penelitian.
I. Organisasi
Penelitian
Nama : Helina
Juita
NIM : PO.530324009 426
Pembimbing I : Ody L. Namangdjabar, SST
NIP :19680222 198803 2 001
Pembimbing II : Arijanti S.
Ulnang, SST
|
|
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Gambaran
Umum Pustu Oebufu
Pustu
Oebufu berada di Kelurahan Oebufu. Batas- batas wilayah: utara berbatasan
dengan Kelurahan Kayu Putih dan Kelurahan Tuak Daun Merah, sebelah selatan
dengan Kelurahan Maulafa,sebelah timur dengan Kelurahan Liliba, dan barat
dengan Kelurahan Oebobo dan Fatululi.
Pustu
Oebufu terdiri dari 6 Posyandu yaitu, Seroja, Nyiur, Lontar Enam, Kasih bunda,
dan Jambu. Pustu Oebufu juga memiliki 4 orang tenaga medis, 2 diantaranya Bidan
dan 2 diantaranya Perawat. Pustu Oebufu memiliki 1 ruangan untuk ANC, pelayanan KB dan 1 ruangan untuk
Perawatan.
2.
Karakteristik
Umum responden
a) Berdasarkan
umur
Berdasarkan
hasil penelitian menunjukan bahwa responden lebih banyak berumur 20-35 tahun
yaitu sebanyak 31 orang (88,6%) dan yang berumur >35tahun sebanyak 4 orang
(11,4%).
b) Berdasarkan
penolong persalinan terakhir
Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa responden lebih banyak memilih bidan dalam
penolong persalinan ada 21 orang (60%),
memilih dukun dalam penolong persalinan ada 12 orang (34,29%) dan memilih
dokter dalam penolong persalinan ada 2 orang (5,71)
|
3.
Karakteristik
Pendidikan Responden
Tabel 3 Distribusi
Pemilihan Penolong Persalinan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Pustu Oebufu
Tahun 2012
No
|
Tingkat Pendidikan
|
Penolong Persalinan
|
Total
|
||||||
Dokter
|
Bidan
|
Dukun
|
|||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
1
|
SD
|
0
|
0
|
3
|
37,5
|
5
|
62,5
|
8
|
100
|
2
|
SLTP
|
2
|
20
|
6
|
60
|
2
|
20
|
10
|
100
|
|
SLTA
|
0
|
0
|
9
|
64,3
|
5
|
35,7
|
14
|
100
|
4
|
PT
|
0
|
0
|
3
|
100
|
0
|
0
|
3
|
100
|
Jumlah
|
2
|
5,7
|
21
|
60
|
12
|
34,3
|
35
|
100
|
Dari tabel diatas
menunjukan bahwa dari 14 responden yang berpendidikan tinggi (SLTA), terdapat 9
responden (64,3%) memilih bidan sebagai penolong persalinan, hal ini menunjukan
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baikpula dalam mengambil keputusan
khususnya dalam memilih penolong persalinan dan 5 responden (35,7%) memilih
dukun sebagai penolong persalinan, tetapi persalinan terakhirnya ditolong oleh
dukun, hal ini disebabkan karena menurut mereka dukun lebih ramah dan sudah
menjadi kebiasaan secara turun-temurun.
4.
Karakteristik
Pekerjaan Responden
Tabel
4 Distribusi Pemilihan Penolong Persalinan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Pustu Oebufu Tahun 2012
No
|
Jenis Pekerjaan
|
Penolong Persalinan
|
Total
|
||||||
Dokter
|
Bidan
|
Dukun
|
|||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
1
|
IRT
|
2
|
6,4
|
17
|
54,8
|
12
|
38,8
|
31
|
100
|
2
|
PNS
|
0
|
0
|
2
|
100
|
0
|
0
|
2
|
100
|
3
|
Petani
|
0
|
0
|
1
|
100
|
0
|
0
|
1
|
100
|
4
|
Wiraswasta
|
0
|
0
|
1
|
100
|
0
|
0
|
1
|
100
|
Jumlah
|
2
|
5,7
|
21
|
60
|
12
|
34,3
|
35
|
100
|
Dari
tabel diatas menunjukan bahwa dari 31 responden yang tidak bekerja yaitu
sebagai ibu rumah tangga, terdapat 17 responden (54,8%) memilih bidan sebagai
penolong persalinan, meskipun sebagai ibu rumah tangga tetapi tetap memilih
bidan pada saat persalinan karena seringnya akses ke pelayanan kesehatan dan
pendapatan keluarga yang mencukupi untuk persalinan, 12 responden (38,8%)
memilih dukun sebagai penolong persalinan, karena menurut mereka melahirkan
didukun tidak mengeluarkan biaya dan dukun merupakan anggota keluarga dan 2
responden (6,4%) memilih dokter sebagai penolong persalinan.
5.
Karakteristik
Pengetahuan Responden
Tabel 6 Distribusi
Pemilihan Penolong Persalinan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Di Pustu Oebufu Tahun
2012
No
|
Tingkat Pengetahuan
|
Penolong persalinan
|
|
||||||
Dokter
|
Bidan
|
Dukun
|
Total
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
||
1
|
Baik
|
1
|
5,6
|
13
|
72,2
|
4
|
22,2
|
18
|
100
|
2
|
Cukup
|
1
|
8,4
|
4
|
33,3
|
7
|
58,3
|
12
|
100
|
3
|
Kurang
|
0
|
0
|
4
|
80
|
1
|
20
|
5
|
100
|
Jumlah
|
2
|
5,7
|
21
|
60
|
12
|
34,3
|
35
|
100
|
Dari tabel diatas menunjukan bahwa dari
18 responden berpengetahuan baik yaitu ada 13 responden (72,2%) memilih bidan
sebagai penolong persalinan, hal ini menunjukan bahwa semakin baik pengetahuan
ibu, maka semakin kecil kecil kemungkinan untuk memilih dukun sebagai penolong
persalinan ada 4 responden (22,2%)
memilih dukun sebagai penolong persalinan, karena dukun tersebut adalah kerabat
mereka semakin baik pengetahuan ibu maka
kecendrungan ibu memilih penolong persalinan pada tenaga medis, jika dihadapkan
pada permasalahan lain seperti ekonomi atau kebutuhan yang sangat mendesak
akibat kurangya akses ke pelayanan ibu akan memilih untuk memutuskan melahirkan
di dukun dan 1 (5,6%) responden memilih dokter sebagai penolong persalinan.
6. Karakteristik Responden Berdasarkan
Pengambilan Keputusan
Dilihat
dari pengambilan keputusan, responden yang memilih dukun sebagai penolong
persalinan sebanyak 25,7% dan yang
memilih bidan sebagai penolong persalinan sebanyak 74,3%. Hal ini menunjukan
bahwa masyarakat lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan karena
melahirkan di bidan menggunakan alat yang steril dan ibu yang memilih dukun
sebagai penolong persalinan karena sudah menjadi turun-temurun, tidak memerluka
biaya, dan cenderung dipengaruhi oleh kemudahan mendapat pelayanan.
B.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan di Pustu Oebufu mengenai pengetahuan Ibu diperoleh hasil bahwa
sebagian besar ibu paham tentang pentingya persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan. Hal ini terbukti dari 18 responden yang berpengetahuan baik, 13 responden
(72,2%) memilih bidan sebagai penolong persalinan, 4 responden (22,2%) memilih
dukun sebagai penolong persalinan, karena dukun tersebut adalah kerabat mereka,
sehinga mereka memilih dukun sebagai penolong persalinan, semakin baik
pengetahuan ibu maka kecendrungan ibu memilih penolong persalinan pada tenaga
medis, jika dihadapkan pada permasalahan lain seperti ekonomi atau kebutuhan
yang sangat mendesak akibat kurangya akses ke pelayanan ibu akan memilih untuk
memutuskan melahirkan di dukun dan 1 responden
(5,6%) memilih dokter sebagai penolong persalinan. Hal ini menunjukan bahwa
tingkat pengetahuan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam rangka perubahan
pola pikir dan prilaku Ibu yang terkait dengan pemilihan penolong persalinan
(Amiruddin, 2006).
Dari hasil penelitian ada 12
responden yang berpengetahuan cukup, 7 responden (58,3%) memilih dukun sebagai
penolong persalinan, karena tidak mengetahui tanda-tanda persalinan dan
terlambat mencapai fasilitas kesehatan sehingga persalinannya ditolong oleh
dukun, 4 responden (33,3%) memilih bidan sebagai penolong persalinan, 1
responden (8,4%) memilih dokter sebagai penolong persalinan, sedangkan ibu yang
berpengetahuan kurang sebanyak 5 responden, 4 responden (80%) memilih bidan
sebagai penolong persalinan meskipun pengetahuannya kurang tetapi memilih bidan
karena akses kepelayanan kesehatan yang lebih sering dan 1 responden (20%)
memilih dukun sebagai penolong persalinan, karena atas kemaunnya sendiri karena
menurutnya persalinan ditolong oleh dukun tidak mengeluarkan biaya dan dukun
bersedia mengurus ibu dan bayi sampai ibu betul –betul pulih. Penyuluhan
tentang keuntungan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga
kesehatan terlatih dapat meningkatkan pengetahuan, serta dapat memberikan
perubahan sikap masyarakat sehingga dapat terjadi peningkatan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Dari hasil penelitian
menunjukan 14 responden yang berpendidikan tinggi (SLTA), 9 responden (64,3%)
memilih bidan sebagai penolong persalinan, 5 responden (35,7%) memilih dukun
sebagai penolong persalinan, karena menurutnya melahirkan didukun sudah menjadi
kebiasan secara turun-temurun dan dukun bersikap lebih ramah. Hal ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bangsu, 1998), ibu yang
berpendidikan tingkat SLTA keatas (85,4%) memilih tenaga medis sebagai penolong
persalinan, sedangkan dari hasil penelitian masih ada 5 responden yang memilih
dukun sebagai penolong persalinan meskipun berpendidikan tinggi. Hasil
penelitian yang didapatkan dari Pustu Oebufu menunjukan bahwa 10 responden yang
berpendidikan rendah (SLTP) , responden yang memilih bidan sebagai penolong
persalinan sebanyak 6 responden (60%), 2 responden (20%) memilih dukun sebagai
penolong persalinan, 2 responden (20%) memilih dokter sebagai penolong
persalinan, sedangkan yang berpendidikan rendah (SD) ada 8 responden, yang
memilih bidan sebagai penolong persalinan sebanyak 3 responden (37,5%),
meskipun pendidikannya rendah tetapi masih memilih bidan sebagai penolong persalinan
ini merupakan hal yang sangat bagus sehingga perlu dipertahankan, 5 responden
(62,5%) yang memilih dukun sebagai penolong persalinan karena menurutnya
persalinan ditolong oleh dukun tidak mengeluarkan biaya dan dukun bersedia
mengurus ibu dan bayi sampai ibu betul –betul pulih dan yang berpendidikan
tinggi (PT) ada 3 responden semuanya memilih bidan sebagai penolong persalinan.
Pendidikan Ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya masih terbatas
sehingga memperlambat tingkat pemahaman mereka (Amiruddin, 2006). Peran petugas
kesehatan memberikan informasi akibat melahirkan didukun yang menggunakan alat yang tidak steril.
Pada penelitian di Pustu
Oebufu ditemukan ibu yang tidak bekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga ada 31
responde, 12 diantaranya (38,8%) memilih dukun sebagai penolong persalinan,
karena menurut mereka melahirkan didukun tidak mengeluarkan biaya dan dukun
merupakan anggota keluarga, 17 diantaranya (54,8%) memilih bidan sebagai
penolong persalinan, meskipun sebagai ibu rumah tangga tetapi masih memilih
bidan sebagai penolong persalinan ini dikarenakan pendapatan keluarga mencukupi, sedangkan 2 diantaranya
(6,4%) memilih dokter sebagai penolong persalinan, karena atas indikasi, ibu
yang bekerja sebagai PNS ada 2 responden (100%) semuanya memilih bidan sebagai
penolong persalinan, karena pendapatannya yang cukup sehingga memilih bidan, sedangkan
ibu yang bekerja sebagai petani ada 1 responden (100%) memilih bidan sebagai
penolong persalinan dan ibu yang bekerja sebagai wiraswasta ada 1 responden
(100%) memilih bidan sebagai penolong persalinan. Menurut (Wibowo, 1992) yang
meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tentang pemanfaatan pelayanan
antenatal menemukan bahwa pendapatan keluarga perbulan berpengaruh terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Peran tenaga kesehatan memberi informasi tentang akibat melahirkan
didukun, dan anjurkan ibu untuk menabung meskipun sedikit untuk kebutuhan
persalinan (transportasi).
Dilihat dari pengambilan
keputusan, hasil penelitian menunjukan bahwa, responden yang memilih dukun
sebagai penolong persalinan sebanyak
25,7% dan yang memilih bidan
sebagai penolong persalinan sebanyak 74,3%. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat
lebih memilih bidan sebagai penolong persalinan karena melahirkan di bidan
menggunakan alat yang steril dan ibu yang memilih dukun sebagai penolong
persalinan karena menurut mereka melahirkan didukun tidak mengeluarkan biaya, dukun
merupakan anggota keluarga, dan cenderung dipengaruhi oleh kemudahan mendapat
pelayanan, sementara target cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah 90%
(Depkes RI , 2008). Melihat kondisi ini tenaga kesehatan perlu memberi
informasi kepada masyarakat tentang pentingnya melahirkan di fasilitas
kesehatan yang memadai.
|
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang pemilihan penolong persalinan
pada umumnya baik sehingga lebih banyak ibu memilih tenaga kesehatan sebagai
penolong persalinan. Dilihat dari pendidikan, banyak responden yang
berpendidikan tinggi sehingga lebih banyak ibu memilih bidan sebagai penolong
persalinan. pengambilan keputuasan juga berpengaruh dalam pemilihan penolong
persalinan, pekerjaan juga sangat berpengaruh dalam memilih penolong
persalinan, sehingga peran petugas kesehatan memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pentingnya memilih tenaga kesehatan sebagai penolong
persalina.
B.
Saran
1.
Institusi Pendidikan
|
2. Tempat
Penelitian
Dapat memberikan informasi atau masukan
tentang pentingnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan memberitahukan
kepada dukun untuk bermitra dengan tenaga kesehatan untuk mengantar ibu
bersalin ke fasilitas kesehatan.
3. Responden
Diharapkan agar seluruh Ibu memilih
tenaga kesehatan baik bidan maupun dokter sebagai penolong persalnan.
|
4. Bagi
peneliti lain
Diharapkan dapat dijadikan bahan tambahan dan acuan dalam
melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan Ibu memilih penolong persalinan
|
|
|
|
Amirudin.Jakir. (2007).Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan Oleh Ibu Bersalin di Wilayah Kerja
Puskesmas Borong Kompleks Kabupaten Sinjai Tahun 2006. Available from:http://ridwanamiruddin.wordpress.com. (diakses 28
November 2011).
Arikunto.S.(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Rineka Cipta.
Bangsu.
T. (2001). Dukun Bayi Sebagai Pilihan
Utama Tenaga Penolong Persalinan.Jurnal
Penelitian UNIB. Vol VII. No 2.
Dinas Kesehatan Propinsi. (2008). Data Profil NTT Tahun 2008.
Departemen
Kesehatan RI. (2005). Profil Kesehatan
Indonesia. 2004. Jakarta.
Hidayat.
(2007). Metode Penelitian Kebidanan dan
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Juliwanto. E. (2008). Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Memilih Penolong persalinan Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Babul Rahman Kabupaten Aceh Tenggara. Available from http://library.usu.ac.id/index.php?.
(diakses 20 Desember 2011).
JNPK-
KR. (2007). Buku Acuan Penelitian Klinik
asuhan Persalinan Normal. Jakarta.
Kontjaningrat.
(2004). Pengantar Antropologi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Notoadmodjo. S. (2007). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep
dan Penerapa Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Prabowo. (2006). Rendahnya
Pertolongan Persalinan Oleh tenaga kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.
|
Sarwono.
S. (2004). Sosiologi Kesehatan dan
Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta. Gadjha Mada University
Press.
SDKI.
(2003). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Syafrudin.
(2009). Praktek Kebidanan Komunitas.
Jakarta: TIM.
Wiknjosastro.
H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
|
Petunjuk
Pengisian:
Berilah
tanda( √ ) pada kolom jawaban yang menurut anda benar atau salah
No
|
Pernyataan
|
Benar
|
Salah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Pengetahuan
Pendidikan mempengaruhi
pola pikir seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong
persalinan.
Persalinan merupakan
serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluarkan bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput
janin dari tubuh ibu.
Pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan bertujuan untuk meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.
Melahirkan di bidan atau
tenaga kesehatan lebih cepat menangani kegawatdaruratan terhadap ibu dan bayi
Melahirkan di tenaga
kesehatan menggunakan alat- alat yang
kotor dibandingkan di dukun
Pemanfaatan pertolongan
persalinan persalinan oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter) merupakan
tindakan yang baik bagi ibu yang akan melahirkan.
|
|
|
No
|
Pernyataan
|
ya
|
Tidak
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Tradisi
(Budaya)
Kebiasaan dan keyakinan bahwa dukun lebih
trampil dalam menolong persalinan, dapat membantu upacara tradisional,
bersikap lebih ramah dan biaya yang ditawarkan lebih murah dari pada di
tenaga kesehatan.
Proses persalinan akan lancar bila dilakukan
di rumah dan oleh dukun karena roh para leluhur atau nenek moyang ikut
berperan dalam proses persalinan.
Pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun
karena salah satu menjadi tradisi dalam keluarga secara turun temurun.
Ibu hamil selama kehamilan selalu
memeriksakan kehamilannya ke bidan tetapi saat ingin melahirkan ibu lebih
memilih dukun yang menolong karena lebih dekat dan merasa nyaman.
Dukun dalam pertolongan persalinan tanpa
meminta bayaran yang mahal dan selalu bersedia mengurus ibu dan bayinya
sampai berhari-hari sampai ibu mampu mengurus bayinya sendiri.
Persalinan
harus ditolong oleh dokter atau bidan di puskesmas atau rumah sakit yang aman
dan terjamin kebersihannya
Melahirkan
di bidan sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga
Pertolongan
persalinan oleh bidan atau dokter memerlukan biaya yang besar
|
|
|
LAMPIRAN
I
LEMBAR
PERMOHONAN IJIN PENELITIAN
Kepada
Yt Ketua Jurusan Kebidanan
di-
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama :
Helina Juita
Nim :
PO. 530324009 426
Adalah mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang Jurusan Kebidanan akan mengadakan
penelitian tentang “ Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Keputusan
Ibu Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas Pembantu Kelurahan Oebufu ”
Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi
responden dan segala informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya serta
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Untuk tujuan tersebut, saya mohon
kesediaan ibu untuk memberikan ijin kepada saya dalam pengambilan data.
Atas bantuan dan kerjasama yang baik,
saya ucapkan terima kasih.
Kupang, …………………. 2012
Peneliti
Helina Juita
PO.530324009 426
LAMPIRAN II
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Calon Responden
di
–
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama :
Helina Juita
Nim :
PO. 530324009 426
Adalah mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Jurusan Kebidanan akan melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Ibu Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Oebufu”
Penelitian ini tidak menimbulkan
akibat yang merugikan bagi responden dan segala informasi yang diberikan akan
dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk penelitian.
Untuk itu saya mohon kesediaan ibu-ibu
untuk menjadi responden pada penelitian ini dengan mengisi kuesioner yang
tersedia dan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan sejujurnya.
Atas bantuan dan kerjasama yang baik,
saya ucapkan terima kasih.
Kupang, …………………. 2012
Peneliti
Helina Juita
PO.530324009 426
Lampiran III
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Ibu Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas Pembantu Kelurahan
Oebufu”
Peneliti :
Helina Juita
Bahwa saya dimintai berperan
serta dalam penelitain yang nantinya akan menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh peneliti. Sebelumnya saya sudah diberikan penjelasan mengenai maksud dan
tujuan penelitian ini dan mengerti bahwa peneliti akan menjaga kerahasiaan diri
saya. Bila saya tidak nyaman, saya berhak untuk mengundurkan diri.
Demikian secara sukarela dan
tidak ada unsur paksaan dari siapapun saya berperan serta dalam penelitian ini
dan bersedia menandatangani lembar persetujuan ini.
Kupang, ……………………. 2012
Responden
(…………………………….)
Lampiran IV
LEMBARAN CHECK
LIST
JUDUL
PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN IBU MEMILIH PENOLONG
PERSALINAN
Biodata responden :
Nama Ibu :
Umur :
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Usia anak terakhir : Bulan/Tahun
|
|
Penolong persalinan : Dukun
Dokter/Bidan
Yang diharapkan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar