Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Respati yogyakarta
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang Implementasi Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai kepedulian kita sebagai mahasiswa terhadap perkembangan Hak
Asasi Manusia di Indonesia. Seperti banyak kejadian atau peristiwa di Indonesia
yang menyangkut dengan HAM misal nya kita bisa ambil contoh banyak terjadi
keributan antar umat beragama, banyak kasus-kasus korupsi yang tidak
terselesaikan dan belum lagi banyak nya gelandangan-gelandangan yang dimana
mereka tidak mendapatkan HAM nya. Dalam makalah ini mungkin akan sedikit di
bahas tentang Implementasi HAM di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Hormat Kami
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Implementasi & Hak Asasi Manusia
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan
atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002),
mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin
dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas
yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang
saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman,
2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi
adalah sistem rekayasa.”
Sedangkan Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 39
tahun 1999, dijelaskan pengertian hak asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1
ayat (1), hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung
tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan,
keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM seseorang bertentangan
dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah
organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas
HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum
terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia
dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia
adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari
Indonesia.
Pembagian
Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1.
Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2.
Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3.
Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4.
Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5.
Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6.
Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Jadi secara keseluruhan Implementasi Hak Asasi Manusia
adalah penerapan atau pelaksanaan hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak
dilahirkan dan hak-hak tersebut tidak dapat di ganggu gugat. Dan kita harus
menjujung tinggi nilai-nilai dari hak asasi manusia tersebut.
B. Latar
Belakang Implementasi Hak Asasi Manusia
Hal-hal yang mendasari dalam pembuatan makalah ini adalah
bagaimana kita sebagai mahasiswa menyikapi dari permasalahan-permasalahan yang
sedang terjadi di Indonesia. Karena penerapan HAM di Indonesia menurut
pandangan kami masih kurang merata/keseluruhan karena masih ada saja HAM
tersebut di injak-injak sehingga tidak mempunyai harga diri lagi. Persoalan
hak-hak asasi manusia (HAM) merupakan masalah hukum dan politik yang saya
geluti sejak akhir tahun 1960-an dan awal dasawarsa 1970-an melalui Lembaga
Bantuan Hukum (YLBHI). Pengalaman ini terkristalisasi sedemikian rupa dalam
diri saya sebagai manusia Indonesia dan mempersubur kesadaran intelektual
sayasebagai sarjana hukum ketatanegaraan untuk kemudian melakukan studi, antara
lain mengenai pergulatan pemikiran para pemuka bangsa ini tentang HAM dalam
perdebatan di Majelis Konstituante (1956- 1959). Di Indonesia terdapat Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri
di Indonesia yang kedudukannya setingkat
dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan kajian, penelitian,
penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan
hak asasi manusia.
Latar
belakang muncul nya Hak Asasi Manusia :
a) Akibat dari
tindakan sewenang-wenang dan ketidak adilan, kezaliman, perbudakan
dari
penjajahan.
b) Munculnya
inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya
C.
Tujuan Implementasi Hak Asasi
Manusia
Implementasi merupakan bentuk tindak lanjut atau penerapan,
jadi tujuan dari Implementasi Hak Asasi Manusia adalah :
· Mengembangkan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD
1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia
· Meningkatkan perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
· Uuntuk mempertahankan hak-hak warga
negara di Indonesia sewenang-wenang aparat negara dan mendorong
tumbuh/berkembangnya pribadi manusia yang Multidimensional.
D.
Sasaran dari Implementasi HAM
Sasaran dari penerapan HAM ini adalah agar setiap manusia
dapat menggunakan hak-hak nya sebagai warga negara Indonesia, bukan saling
menginjak-injak atau merebut hak-hak dari mereka yang di ambil HAM nya. Misal
nya hak untukmemperoleh keadilan, hak untuk kemerdekaan, hak untu mengemukakkan
pendapatdan masih banyak hak-hak nya.
E.
Penerapan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada
tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa
untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu
penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga
belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang
diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post
Jakarta. Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan
demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah.
“Pelaksanaan HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena
dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi historis, kata Marzuki,
HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk mewujudkan
kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila
Kemanusiaan yang berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia memiliki krisis multi
dimensional sebagai akibat menumpuknya masalah ekonomi, social budaya, politik,
hokum dan keamanan. Kondisi
demikian sangat berpotensi untuk terjadi nya sebuah pelanggaran HAM.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
banyak
dilakukan oleh aparat terhadap warga negara dan sebaliknya, bahkan antar warga
negara sendiri, hal tersebut sering kita saksikan baik secara langsung maupun
melalui media elektronik maupun media cetak seperti:
· Penganiayaan
· Pemerkosaan
· Kekerasan dalam rumah tangga
· Penjualan anak dan perempuan
· Pembakaran tempat ibadah.
Kondisi tersebut tidak boleh di biarkan begitu saja, karena
akan berdampak pada mental anak cucu bangsa ini. Contoh
penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
1. Melarang
anggota masyarakat untuk tidak main hakim sendiri dalam menghadapi pelanggaran
HAM atau kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat setempat.
2. Memberi
contoh/tauladan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat seharhhari dengan
berperilaku yang baik dan sopan misalnya dalam menjalankan kendaraan
bermotor dijalan umum atau jalan raya dengan tidak mentang-mentang bahwa
ia aparat kepolisian.
3. Cepat
tanggap dan membantu kesulitan yang terjadi di lingkungannya.
4. Memberi
pertolongan baik di llingkungan tugasnya maupun di tempat-tempat lain bila ada
orang/anggota masyarakat yang memerlukan pertolongan.
5. Sopan
berkendaraan di jalan raya/umum, dengan mengikuti peraturan/rambu-rambu
lalulintas yang berlaku.
6. Dalam
menggunakan fasilitas Rumah Tangga di-usahakan tidak mengganggu lingkungan
disekitarnya.
7. Ikut
berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat
dimana ia bertempat tinggal.
8. Menahan diri
apabila terjadi pertengkaran diantara sesama rekan atau tetangga dan berupaya
menyelesaikan pertengkaran tersebut dengan baik dan terhormat, serta
jangan ikut-ikutan main hakim sendiri.
9. Melakukan
kegiatan rumah tangga dengan tidak mengganggu ketenangan dan ketertiban
tetangganya.
10.
Mentaati
tata tertib lingkungan hidup sehari-hari di lingkungan masyarakat masing-
masing.
11.
Menghindari
pertengkaran/adu fisik karena masing-masing merasa dirinya benar.
12.
Jangan
mengembangkan perselisihan antar anak menjadi perselisihan antar orang tua.
Mungkin saat ini yang sedang hangat-hangat nya dibicarakan oleh masyarakat kita
adalah tentang Ahmadiyah. Seperti yang kita ketahui Ahmadiyah adalah aliran
agama yang menyesatkan karena aliran tersebut mengaku bahwa Mirza Gulam Ahmad
itu adalah nabi dan rosul nya. Ajaran tersebut jelas-jelas sudah menyimpang
dari ajaran agama kita. Seperti yang firman Allah SWT yaitu dalam QS AL AHZAB 40: ” Bukanlah Muhammad itu bapak
salah seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup
Nabi-nabi”. Tapi masih banyak masyarakat kita yang mempercayai bahwa Ahmadiyah
itu aliran yang benar.
Hal ini merupakan salah satu
penerapan HAM di Indonesia menurut saya kurang tepat karena masyarakat kurang merespon
terhadap permasalahan ini yang sudah banyak memakan korban seperti insiden
Cikeusik (Minggu, 06 Februari 2011). Pemerintah selalu memberi kelonggaran pada
jamaah Ahmadiyah untuk tetap berkembang di Indonesia. Sehingga terjadi
pelanggaran terhadap hak asasi manusia yaitu Hak hidup, beribadah, hak atas dasar aman dan hak atas milik
pribadi. Memang di negara kita mempunyai undang-undang yang berisi bahwa setiap
warga negara bebas memeluk agama nya. Tapi dengan landasan seperti itu
pemerintah seharusnya harus bisa menyikapi bahwa ahmdiyah itu bukanlah agama
tapi aliran sesat yang cepat atau lambat akan merusak generasi muda kita
jika ahmadiyah tetap di ijin kan untuk tinggal dan hidup di Indonesia.
Pemerintah yang hanya bisa memberikan kelonggaran pada jamaah ahmdiyah membuat
sejumlah ormas masyrakat tidak tinggal diam. Masyarakat selalu menggelar
demokrasi di sudut daerah agar pemerintah bisa bersikap tegas dan membubarkah
ahmdiyah. Setiap pemimpin daerah pun sudahbersikap tegas terhadap jamaah ahmadiyah
ini seperti yang di lakukan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang merupakan
kepala daerah yang pertama mengeluarkan Surat Keputusan Nomor
188/94/KPTS/013/2011 tentang Larangan Aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI) di wilayahnya. Surat tertanggal 28 Februari 2011 itu disampaikan Gubernur
di depan anggota Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) dan pimpinan sejumlah media
massa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya (28/2/2011). Dalam SK tersebut
terdapat tiga pasal. Pertama, melarang aktivitas JAI yang dapat memicu dan/atau
menyebarkan terganggunya ketertiban masyarakat Jawa Timur. Pasal kedua berisi
empat poin; a) menyebarkan ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, maupun
melalui media elektronik; b) memasang papan nama organisasi JAI di tempat umum;
c) memasang papan nama pada masjid, mushalla, lembaga pendidikan, dan lain-lain
dengan identitas JAI; dan d) menggunakan atribut JAI dalam segala macam
bentuknya. Gubernur Soekarwo menegaskan bahwa pihaknya tidak berwenang
membubarkan ajaran Ahmadiyah. "Kami hanya bisa melarang aktivitasnya,
bukan membubarkan, karena pusat yang berwenang (membubarkan). Urusan agama
merupakan salah satu dari lima kewenangan pusat," ujarnya.
Banyak pihak-pihak yang mengecam ahmadiyah dan meminta
pemerintah untuk membubarkan ahmadiyah karena aliran tersebut akan merusak
akidah umat, seperti yang dikatakan oleh Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah
Din Syamsuddin mengungkapkan pemerintah bisa mempunyai alasan membubarkan
Ahmadiyah. Pasalnya karena kelompok ini membawa paham yang mengganggu hak asasi
umat Islam pada aspek yang fundamental yaitu akidah.
"Maka kemudian menimbulkan keresahan, itu bukan berarti
pemerintah mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM)," kata Din di Jakarta,
Jumat (4/3/2011). Banyak kalangan yang menyaran kan jika ahmadiyah ingin tetap
tinggal di Indonesia maka buat lah agama baru jangan mengkaitkan aliran nya
terhadap Islam karena ajaran Islam tidak menyimpang seperti itu. Hingga saat
ini pun pemerintah belum berbuat apa-apa, pemerintah bergerak jika ada Insiden
baru lahpemerintah mulai mencari kambinghitam dalam permasalahan ini. Alangkah
baik nya pemerintah berfikir kenapa terjadi seperti ini, masyarakat tidak akan
melakukan kekerasan jika tidak ada yang membuat masyarakat marah pada kasus ini
masyrakat sudah bersabar dan tidak bisa bersabar lagi untuk menunggu pemerintah
membubarkan ahmadiyah. Sebaik nya agar insiden Cikeusik tidak terulang lagi di
daerah-daerah lainnya maka pemerintah secepatnya untuk membubarkan ahmadiyah
tersebut.
F. HAM untuk
Mencegah Absolutisme Kekuuasaan Negara
Berdasarkan pemahaman tentang akar HAM, dalam sejarah perjuangan bangsa
itu,
menurut
hemat saya, persoalan penegakan HAM haruslah dilihat dari cita-cita bangsa
untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa
penyalahgunaan Kekuasaan Negara (abuse of power) merupakan ancaman
paling efektif terhadap hak-hak asasi yang merendahkan martabat manusia
sebagaimana dibuktikan selama 40 tahun terakhir. Terutama kecenderungan
penguasa untuk membangun kekuasaan yang absolute. Cita-cita bangsa untuk
mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia tersebut dapat bahkan harus
dijadikan alat ukur untuk menakar rejim-rejim yang pernah berkuasa setelah
Indonesia merdeka. Adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap hak-hak asasi
manusia oleh penguasa dalam empat puluh tahun terakhir, baik apa dalam masa
Orde Lama maupun Orde Baru, sudah menyimpang dari cita-cita bangsa untuk
mengangkat martabat manusia Indonesia.
Kita mesti mengambil pelajaran penting dari kecanggihan rejim Orde Baru
dalam
mengeliminir
hak-hak asasi manusia dengan menggunakan berbagai instrumen politik. Secara
sosial, HAM dikualifikasikan sebagai paham individualistik yang bertentangan
dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia yang kolektivistik; secara
politik HAM distigmatisasi sebagai paham liberalistik yang bertentangan dengan
Pancasila; dan secara budaya diajukan argument partikularistik bahwa bangsa
Indonesia memiliki hak-hak asasi sendiri (khas) yang didasarkan pada budaya
bangsa. Pemikiran partikularistik tersebut dipakai untuk menolak watak
universal dari HAM yang secara efektif memungkinkan dilahirkannya kebijakan
politik, termasuk di bidang hukum, yang mengabaikan hak-hak asasi manusia. Bagi
saya
sendiri,
kecenderungan semacam itu -yang juga mewarnai zaman Orde Lama - dimungkinkan
terjadi karena filosofi kenegaraan, staatssidee integralistik dari
Soepomo, yang menjiwai UUD 1945 waktu itu, yang pada dasarnya menolak hak-hak
asasi manusia, kendati di dalamnya ada beberapa pasal mengenai hak-hak
warganegara. Seperti kita ketahui, hasil dari kecenderungan itu adalah
absolutisme kekuasaan negara yang dipegang kepala negara (presiden).
Ini sebenarnya yang menjadi dasar bagi saya menawarkan constitutional
government
atau constitutionalism
sebagai alternatif pendekatan untuk memikirkan reformasi sistem politik dan
pemerintahan di Indonesia, yang saya tawarkan jauh-jauh hari sebelum munculnya
gerakan reformasi. Tawaran ini juga secara pro-aktif saya ajukan pada saat
mulai munculnya gagasan untuk mengamandemen UUD 1945. Menurut paham ini,
hak-hak asasi manusia yang secara tertulis harus secara ekspilit dan terrinci
tertuang dalam konstitusi. Dengan demikian secara normatif hak-hak asasi
manusia dan hak-hak warga negara maupun kewajiban negara terdeskripsikan secara
jelas sebagaimana kerangka berpikir perumusan HAM PBB, mulai dari DUHAM dan
berbagai konvensi/kovenan lainnya. Rumusan konstitusi akan menjadi ukuran atau
takaran untuk membatasi kekuasaan negara, kekuasaan pemerintah
khususnya.
Aturan normatif memang tidak dengan sendirinya berefek membatasi kekuasaan
negara. Akan tetapi apa yang tertuang dalam konstitusi bisa menjadi dasar dan
instrumen bagi masyarakat sipil, bagi rakyat, untuk menilai, bergerak dan
melakukan tuntutan terhadap negara.
Jaminan konstitusional atas hak-hak asasi manusia memberikan dasar yang
kokoh
bagi rakyat
pemilik kedaulatan, yang nota bene memiliki dasar historis untuk ikut
menentukan corak kekuasaan negara. Dimasukkannya hak-hak asasi manusia ke dalam
UUD 1945, melalui amandemen dalam beberapa tahun terakhir ini, dapat dicatat
sebagai langkah awal dalam menjabarkan cita-cita bangsa ini untuk menghormati
dan meningkatkan harkat dan martabatnya, sekaligus meletakkan rambu-rambu untuk
mencegah lahirnya kembali penguasa negara yang otoriter .
G. Supremasi
Hukum Dalam Rangka Peningkatan Perlindungan HAM
Perlu dicatat, bahwa dari segi hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada
sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM.
Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM.
Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD
1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai
hak-hak asasi manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan
sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitusional untuk
memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang
tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan
hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum
dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB
tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan, hak anak atau kovenan
tentang anti
diskrimnasi serta kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah
diratifikasi.
Saya sendiri memang kurang puas dengan pasal-pasal tentang HAM yang sudah
tercantum
dalam UUD 1945. tetapi, menurut hemat saya, akan lebih baik kalau pasalpasal
inti dari
DUHAM, kovenan hak sipil dan politik, dan kovenan hak ekonomi, sosial dan
budaya secara komprehensif dimasukkan ke dalam UUD 1945. Namun demikian,
dimasukkannya sejumlah hak dalam UUD 1945 tersebut dengan sendirinya mengandung
makna simbolik dan menjadi dasar bagi diratifikasinya, khususnya dua kovenan
yang amat monumental yaitu kovenan hak sipil dan politik serta kovenan hak
ekonomi, sosial dan budaya berikut protokol-protokolnya sebagaimana yang sudah
diagendakan dalam Rencana Aksi Nasional HAM sejak 1998 walaupun tampaknya tidak
berjalan dengan baik. Adanya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM
patut dicatat sebagai perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya
penghormatan dan perlindungan HAM dengan peningkatan kelembagaan yang dapat
dikaitkan langsung dengan upaya penegakan hukum. Saya mencatat, memang masih
banyak kelemahan dari kedua lembaga tersebut, akan tetapi dengan adannya Komnas
HAM dan peradilan HAM dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan penghormatan
dan perlindungan HAM ini memiliki dua pijakan penting, yaitu pijakan normatif
berupa konstitusi dengan UU organiknya serta Komnas HAM dan peradilan HAM yang
memungkinkan berbagai pelanggaran HAM dapat diproses sampai di pengadilan.
Dengan
demikian, maka perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi
hukum. Dengan demikian pula apa yang saya katakan di atas “perjuangan harus
dipahami sebagai komitmen nasional” memperoleh pijakan legal, konstitusional
dan institusional dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan
hukum. Namun demikian tidak berarti bahwa perjuangan HAM sebagaimana dilakukan
lembaga-lembaga di luar negeri tidak penting. Peran masyarakat tetap penting,
karena institusi Negara biasanya memiliki kepentingannya sendiri. Lebih bila
dilihat dari logika penegakan HAM, dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Negara, lebih khusus aparat pemerintah -terutama yang berurusan dengan
keamanan dan pertahanan, termasuk yang paling potensial melakukan pelanggaran
HAM. Tetapi sebaliknya Negara termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara)
berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan memberi jaminan atas HAM
akan tetapi bila dilihat dari penegakan supremasi hukum maka pemerintah
dituntut untuk semakin menyempurnakan dan membenahi perangkat hukum dan
perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan HAM.
Kalau
demikian halnya, kemudian muncul agenda besar.
Pertama, menyempurnakan Produk-produk
hukum, perundang-undangan tentang
HAM. Produk
hukum tersebut perlu disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara
eksplisit sudah memberi dasar bagi perlindunan dan jaminan atau HAM. Termasuk
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi/kovenan internasional
tentang HAM, baik dari segi materi tentang HAM-nya itu sendiri maupun tentang
kelembagaan Komnas HAM dan peradilan HAM.
Kedua, melakukan inventarisasi,
mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukum,
KUHP dan
KUHAP, yang berlaku yang tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal
dalam berbagai UU yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk
UU yang dihasilkan dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini sebagai konsekuensi
dari watak rejim sebelumnya yang memang anti-HAM, sehingga dengan sendirinya
produk UU-nya pun sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM.
Dalam konteks ini, maka agenda ini sejalan dan dapat disatukan dengan
agenda
reformasi
hukum nasional dan ratifikasi konvensi/kovenan, internasional tentang HAM
yang paling
mendasar seperti kovenan sipil-politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan
budaya berikut protocol operasionalnya. Dari segi ukuran maupun substansi serta
permasalahannya hal ini merupakan agenda raksasa. Untuk itu pemerintah tidak
bisa bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat yang memiliki
perhatianyang sama seperti kalangan LSM bidang hukum. Dan untuk itu pula
perlu dibuat skala prioritas supaya perencanaannya realistis dan pelaksanaannya
dilakukan bertahap.
Ketiga, mengembangkan kapasitas
kelembagaan pada instansi-instansi peradilan
dan instansi
lainnya yang terkait dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM.
Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin ikut membicarakan persoalan memburuknya
kondisi system peradilan kita, akan tetapi yang perlu diprioritaskan dalam
pengembangan kelembagaan ini adalah meningkatkan kapasitas hakim, jaksa,
polisi, panitera dan unsur-unsur pendukungnya dalam memahami dan menangani
perkara-perkara hukum yang berkaitan dengan HAM.
Termasuk di dalamnya mengenai administrasi dan pelaksanaan penanganan
perkara-perkara
hukum mengenai pelanggaran HAM. Ini harus disadari betul mengingat masalah HAM
baru masuk secara resmi dalam beberapa tahun terakhir ini saja dalam sistem
peradilan kita. Bahkan, perlu diakui secara jujur masih banyak, kalau tidak mau
dikatakan pada umumnya, aparat penegak hukum kita yang tidak memahami persoalan
HAM. Lebih-lebih untuk menangani perkara hukum di peradilan yang pembuktiannya
amat pelik dan harus memenuhi standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional
capacity building di instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah
HAM ini menjadi amat penting dan mendesak.
Keempat, penting juga diagendakan adalah
sosialisasi dan pemahaman tentang
HAM itu
sendiri, khususnya di kalangan pemerintahan, utamanya di kalangan instansi
yang secara
langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah HAM. Sosialisasi
pemahaman HAM ini, lagi-lagi merupakan pekejaan raksasa, dan sangat terkait
dengan penegakan profesionalisme aparat di dalam melaksanakan bidang kerjanya.
Gamangnya aparat pemerintah dalam mengurusi dan ber-urusan dengan masyarakat
yang partisipasi politik dan daya kritisnya makin meningkat ini disebabkan,
antara lain bukan semata-mata karena kurang memahami mxsaasalah HAM, akan
tetapi juga karena mereka umumnya kurang dapat melaksanakan rambu-rambu
profesionalismenya. Ini berlaku bagi aparat sipil maupun aparat keamanan.
Kelima, tentu saja kerjasama dengan
kalangan di luar pemerintahan, terutama
kalangan
Ornop/LSM, akademisi/perguruan tinggi dan kalangan masyarakat lainnya yang
memiliki kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM seharusnya menjadi agenda
yang terprogram dengan baik. Bukan saatnya bagi instansi pemerintah tertutup
dengan kalangan masyarakat sebagaimana terjadi di masa lalu. Dalam kerangka
mengembangkan iklim yang lebih demokratis, kini saatnya kalangan pemerintah,
bersikap lebih terbuka kepada masyarakat, lebih-lebih untuk keinginan bersama
memajukan HAM dalam konteks penegakan hukum. Perlu disadari bahwa kalangan di
luar pemerintah, seperti lembaga LBH /YLBHI, sudah lama berkecimpung di bidang
penegakan HAM, sejak ketika HAM masih dipandang sebagai masalah sensitif atau
bahkan subversif secara politik. Pengalaman panjang mereka dapat dimanfaatkan
untuk penyempurnaan kebijakan pemerintah dalam penegakan HAM.
Refrensi
Reaksi:
|
Pengikut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar